Get Gifs at CodemySpace.com

Senin, 31 Agustus 2009

KETENTRAMAN SEBUAH KELUARGA

Surabaya, 5 Maret 2008

Dear Diary…

Hari ini, papa dan mama tumben bisa marah sama aku.. Aku tak pernah mengerti isi hati mereka. Kadangkala, mereka baik banget sama aku. Dilain waktu dan juga hari ini mereka terus-terusan meluapkan amarahnya padaku. Namun, kurasa cukuplah untuk hari ini aku terus dimarahi. Biar ‘kan kutidur sebentar, menuju pulau mimpi yang indah. Tuk rasakan indahnya hidup… walau sebentar.

Karin Viola PW

Rina yang sedang menulis buku harian, lambat laun ia tertidur di atas buku hariannya itu.

Keesokkan paginya, Rina bangun kesiangan, namun dia tidak terlambat masuk sekolah. Ditengah perjalanannya menuju ruang kelas, dari belakang terdengar suara memangilnya.

“Rina…. tunggu gue!!” Panggil Vivi, teman Rina.

Ada apa, Vi?” Sahut Rina manis.

“Ya, nggak ada apa-apa. Cuma mau bareng aja ke kelas. emang nggak boleh ya?” Kata Vivi manja.

“Emm, gitu… Nggak apa-apa kok. Yuuk!!” Kata Rina sambil menggandeng tangan Vivi.

Mereka berdua berjalan beriringan menuju kelasnya. Ketika bel masuk berbunyi, Rina dan Vivi yang terkenal anak rajin di sekolahnya, langsung mengeluarkan buku pelajarannya. Sebelum sang guru memasuki ruang kelas Rina dan Vivi, si Rina dan Vivi pun membaca buku pelajarannya.

“Vi, baca bab selanjutnya aja yach? Gue udah hafal pelajaran bab ini. Gimana, Vi?” Tanya Rina pada Vivi.

“Ya udah. Don’t worry, friend!” Jawab Vivi santai.

Namun belum sampai akhir mereka membaca, Bu Tya, guru bahasa Indonesianya sudah datang.

“Rin, Bu Tya udah datang tuh!” Kata Vivi lirih.

“Selamat pagi, anak-anak!” Sapa Bu Tya.

“Pagi, Bu!!” Sahut Rina, Vivi, dan teman-temannya secara bersamaan.

†††††††††††††††∫∫∫∫∫∫∫∫††††††††††††††

Pukul 12.40,

SMA Muhammadiyah Surabaya

Bel pulang telah berbunyi, Rina menunggu mobil jemputan datang di depan gerbang sekolah. Sedangkan Vivi menuju ke tempat parkir mobilnya.

“Aduh… mana sih mobilnya? Kok nggak keliatan juga.” Kata Rina membatin.

Rina merasa jenuh, karena baru kali ini dia menunggu mobil jemputan dalam jangka waktu yang lama. Tak lama kemudian, mobil Vivi lewat menuju jalan raya. Dan Vivi sekilas melihat Rina sedang menunggu mobil jemputannya. Lalu Vivi turun dari mobilnya dan menghampiri Rina.

“Hai, Rin! Loe masih nunggu jemputan yach?” Tanya Vivi kasihan.

“Iya, Vi! Masa papa Cuma jemput Rini doang, nggak jemput gue juga. Biasanya ‘kan habis Rini dijemput, mobil papa langsung menuju ke sini.” Jawab Rina mengiba.

“Eh, loe sama adik loe kembar ya? Nama loe sama adik loe kok hampir mirip gitu sih!” Tanya Vivi penasaran.

“ Iya. Nama guekan Karinina Viola Putri Wijaya. Dan nama adik gue Karinia Violina Putri Wijaya. Rini lebih disayang ortu gue sejak ortu gue nemuin suratnya Hendra di laci gue. Padahal guekan nggak pernah dapet surat dari Hendra. Lalu Rini bilang kalo Hendra itu “Pacar” gue. Loe tahu sendiri ‘kan kalo gue nggak ada kontak sedikitpun sama Hendra. Dan ortu gue percaya 100% sama Rini. Lalu, akhir-akhir ini gue sering banget dimarahin sama ortu gue tanpa sebab. Loe kalo ada waktu, ke rumah gue ya?” Jelas Rina panjang lebar.

“Gimana kalo sekarang? Kita ngerjain tugas Bahasa Indonesia yang dikasih sama Bu Tya tadi pagi sama Matematika dari Pak Adit.” Jawab Vivi bersemangat.

“Ya udah kalo gitu. Sekarang cepetan masuk mobil loe. Gue udah nggak betah di sini. Panas tahu!!!” Jawab Rina lega.

Di tengah perjalanan, Rina tertidur lelap. Sementara Vivi mendengarkan musik dari tape recorder pada mobilnya dengan suara kecil.

Sementara itu…..

Di rumah Rina sedang ada perang keluarga I. Papa Rina amarahnya meledak-ledak ketika Rini memberitahukan rapor Rina yang nilainya hampir menurun semua dalam alamari Rina. Rini terus-terusan memfitnah kakaknya. Karena dihati Rini, ia hanya ingin perhatian papa mamanya saja. Dan selama ini yang disayang hanya Rina karena prestasinya di sekolah. Dengan terror yang dilakukan Rini, Rina tentu stress berat dan tidak bisa berkosentarasi pada pelajaran dengan baik. Akibatnya, satu persatu mata pelajaran nilainya turun. Mendengar kejadian tersebut, Papa Rina marah besar pada Rina. Dan Rina pun mencoba menjelaskannya, namun penjelasan Rina sangat sia-sia. Karena papanya sudah tidak lagi percaya pada Rina.

Vivi membangunkan Rina yang sedang tidur pulas dengan menaikkan volume suara tape recordernya, sambil menggoyangkan badan Rina. Sebelumnya Vivi meminggirkan mobilnya. Lalu membangunkan Rina.

“Rin,, Rina!! Bangun donk…nih udah deket rumah loe nich! Hoe, Rin, Rina…..bangun!!!” Kata Vivi keras-keras.

Sontak Rina pun terbangun.

“Sorry, Vi. Gue ketiduran, habisnya gue capek banget. Hooaah…!!” Kata Rina sambil menguap.

“Iya gue tahu kok. Loe pasti stress dan capek ‘kan mikirin ulah adik loe yang sok tahu itu?” Kata Vivi penuh pengertian.

“Ya udah jalan lagi yuk!” Ajak Rina.

Ocay, Rina sayang!” Kata Vivi centil.

Vivi pun menghidupkan mesin mobilnya dan menyusuri jalan raya.

Tak lama kemudian, mereka tiba di rumah Rina.

“Assalamu’alaikum….! Bik Inah, bukain gerbangnya dong…!!!” Kata Rina mengeraskan volume suaranya.

Sejurus kemudian, Bik Inah berlari tergesa-gesa. Di ruang tamu, papa Rina menatap Rina dan Vivi sinis, lalu menghampiri Rina sambil marah-marah. Rina tak pernah menyangka kalau kepulangannya dari sekolah akan disambut oleh amarah papanya yang tiba-tiba diluapkan kepadanya.

Ada apa, Pa? Datang-datang langsung marah. Tuh juga, Papa bawa apaan?” Kata Rina yang setengah marah dan setengah bingung.

“Ini, rapor kamu ‘kan? Kenapa hampir merah semua, hah??” Bentak Papa Rina.

“Pa, Rina begitu karena Rini!! Trus, Papa nemuin itu dimana? Kata Rina mempertegas ucapannya.

“Rapor ini Papa temukan di almari kamu. Papa tahu dari adik kamu. Katanya, kamu nggak pernah belajar. Iya ‘kan??” Tanya Papa Rina dengan nada tinggi.

“Rina belajar, Pa! Rina cuma stress gara-gara Rini. Dan kalau Papa dengerin semua kata-kata Rini, itu hanya bualan belaka, Pa. Rini itu memfitnah Rina, Pa!” Kata Rina dengan nada kesal.

“ Kamu yang fitnah adik kamu. Jangan kambing hitamkan orang lain!! Lebih baik kamu jujur kamu sama Papa.” Kata Papa Rina dengan tegas.

“Jujur apalagi sih, Pa? Rina udah jujur tentang yang Rina lakukan. Suatu saat, Papa pasti menyesal telah salah memarahi orang. Harusnya yang Papa marahi itu Rini!!!!” Bentak Rina yang emosinya sudah tidak terbendung lagi.

Lalu Rina meninggalkan papanya yang masih emosi sambil mengajak Vivi masuk ke rumah.

“Vi, ma’afin atas kejadian tadi ya? Gue bener-bener nggak tahu kalo bakal ada serangan mendadak kayak gini. Sekarang kita ke kamar gue aja lebih aman.” Kata Rina meminta ma’af pada Vivi.

“Iya, gue tahu kok. Tapi, setahu gue, papa loe dulu itu baik banget dech.” Kata Vivi yang tidak percaya pada kejadian barusan.

Loekan udah pernah gue bilangin kalau semua ini tuh gara-gara Rini Rini. Gue heran dech, tuh anak pinter banget ya fitnah orang!!” Kata Rina dengan heran.

“Udahlah, Rin! Kita ngerjain tugas-tugas yang tadi aja . Biar loe nggak stress.” Kata Vivi menenangkan Rina.

“Ya, udah yuuk!” Kata Rina dengan senyuman manisnya.

Mereka memasuki kamar Rina. Kemudian, Vivi menelepon ke rumahnya dulu, untuk izin kalau pulang telat.

†††††††††††††††∫∫∫∫∫∫∫∫††††††††††††††

Hari telah sore, Vivi pun undur diri untuk pulang. Vivi berpamitan hanya pada Rina, karena Vivi takut pada situasi yang terjadi di rumah Rina.

“Rin, lanjutin sendiri-sendiri aja yach? Udah sore nich! Lagian tinggal dikit tuh tugasnya.” Kata Vivi pada Rina.

“Ya, udah. Thanks udah nemenin gue di rumah sama nemenin gue ngerjain tugas!!” Kata Rina berterima kasih.

Nggak masalah kok. Tugas itu ‘kan juga harus gue kerjain. Ya, udah pulang dulu yach? Ntar kalo ada waktu lagi, gue akan ke rumah loe. Oke!” Kata Vivi perhatian.

“Oke!! Yuk keluar.” Kata Rina sambil mengajak Vivi untuk keluar rumah.

“Hati-hati di jalan ya, Vi!!” Kata Rina lagi yang juga perhatian sama Vivi.

“Iya-iya, beres dech!” Kata Vivi sambil masuk ke dalam mobilnya.

Vivi menghidupkan mesin mobilnya lalu membelokkan menuju jalan raya. Rina menunggu depan gerbang sampai mobilnya Vivi menghilang dari pandangannya.

Lalu Rina masuk rumahnya. Kemudian masuk kamarnya. Tak disadari, Rina mendapati Rini yang sedang mengobrak-abrik tempat tidurnya.

“Rini!! Ngapain kamu di sini? Kenapa kamu berantakin kamar kakak?” Bentak Rina.

“Em…anu, kak Rini mau cari daftar belanjaan Rini untuk besok. Tadi ketinggalan waktu Rini nemenin kakak sama kak Vivi belajar.” Kata Rini berbohong.

“Apa? Nemenin belajar? Perasaan tadi waktu kakak belajar tuh nggak ada kamu dech! Ngaku aja kamu, Rin! Di kamar kakak tadi tuh hanya ada kakak sama kak Vivi doang! Lagian kakak tadi juga nggak liat kamu ada di sini.” Kata Rina membentak Rini.

“Beneran, kak! Rini tadi tuh di sini, cuma kakak aja yang terlalu serius belajarnya.” Sanggah Rini.

“Udah deh, Rin!! Jangan bo’ong kamu. Percuma kamu bohong, cuma bikin kamu terpojok!!” Kata Rina mulai marah pada Rini.

“Rini nggak bohong, kak! Rini cuma….” Kata Rini yang terpotong Rina.

“Udahlah, sekarang kakak beri kesempatan, kamu cari daftar belanjaan kamu di kamar kakak. Ntar kalo nggak ada, berarti kamu bo’ong.” Kata Rina yang masih berbaik hati pada Rini.

“Baik, kak!” Kata Rini menuruti perintah kakaknya.

Namun setelah berselang setengah jam, Rini tak menemukan apa yang dicarinya. Rini mulai bingung. Mulutnya komat-kamit tak karuan.

“Aduh…gimana nich ntar kalo kedok gue kebongkar? Bisa mampus gue.” Kata Rini dengan suara yang benar-benar lirih.

Rina pun lelah menunggu adiknya mengobrak-abrik tempat tidurnya. Rina mulai emosi, namun tetap ditahannya.

†††††††††††††††∫∫∫∫∫∫∫∫††††††††††††††

Selang satu setengah jam kemudian….

Emosi Rina memuncak, tak bias ditahan lagi. Dan akhirnya……

“Riniii….!!! SUDAH, CUKUP!!! KAKAK NGGAK MAU KAMAR KAKAK BERANTAKAN LAGI. SEKARANG KAMU BISA NEMUIN NGGAK DAFTAR BELANJAANMU? YANG KATANYA KETINGGALAN DI KAMAR KAKAK? NGGAK BISA ‘KAN? MAKANYA JANGAN BOHONG DECH KAMU. SEKARANG IKUT KAKAK BILANG SEMUA KEBOHONGAN KAMU PADA PAPA!!!” Kata Rina dengan emosi dan suara yang keras.

“Tapi, kak! Rini nggak mau ke Papa, karena…..” Belum sempat Rini menyelesaikan kata-katanya, sudah terpotong lagi oleh Rina.

“Cukup!! Jangan banyak omong kamu!!! Kata Rina sambil menyeret Rini menuju taman yang biasanya digunakan papanya untuk menyelesaikan tugas-tugas kantornya.

Ketika sampai di depan papa mereka, papa pun bertanya,

Ada apa ini?” Tanyanya.

“Papa, sekarang Rina tahu siapa pelaku yang selama ini memfitnah Rina.” Penjelasan Rina pada tahap awal.

“Fitnah? Bukannya beneran?” Tanya papanya heran.

Beneran, Pa! Rini ke sini disuruh kak Rina untuk berbohong kalo kak Rina nggak pacaran sama sih Hendra.” Bualan Rini keluar lagi.

Mendengar penjelasan itu, Rini ingin sekali menampar muka saudara kembarnya itu.

“Rini!!! Pa, bukan gitu, Pa! Maksud Rina ke sini itu ngasih tahu Papa kalo Rini habis ngobrak-abrik kamar Rina. Katanya, Rini lagi nyari daftar belanjanya di kamar Rina. Trus kata Rini, daftar itu ketinggalan waktu nemenin Rina dan temen Rina belajar di kamar Rina. Padahal waktu Rina belajar, Rina nggak liat ada Rini di kamar Rina. Karena Rina masih punya hati , Rina kasih kesempatan Rini untuk nyari daftar belanjaannya. Dan selama berjam-jam, Rini nggak nemuin daftar belanjanya itu. Lalu Rina memvonis Rini berbohong. Dan dari sini, Rina menemukan titik terang pelaku pemfitnah Rina, Pa!” Jelas Rina panjang lebar pada tahap selanjutnya yang sempat terganggu oleh Rini.

“Titik terang? Maksudnya? Terus kamu sudah tahu pelakunya?” Tanya papanya berurutan.

“Maksudnya keberadaan pemfitnah itu sudah diketahui. Dan Rina sudah tahu pemfitnah itu, Pa!” Kata Rina bersemangat.

“Siapa?” Tanya papa singkat.

“Rina nggak akan bilang kalo Papa belum mempercayai Rina sepenuhnya.” Pancing Rina untuk siasat pertama agar kebohongan Rini terbongkar.

Sementara itu, Rini merasa kebohongannya sudah hampir terbongkar. Rini hanya menundukkan kepala selalu bagai orang yang sedang berdo’a.

“Baik. Papa akan percaya sama kamu. Terus siapa pelakunya?” Jawab papa sepenuh hati.

“Tapi Papa janji dulu nggak akan marahi dia tapi. Cuma perlu peringatan saja, Pa! Gimana?” Kata Rina yang membuat papanya penasaran.

“Oke, Rina! Papa akan turuti kemauan kamu. Sekarang katakan siapa pelakunya?” Jawab papa penuh wibawa.

Lalu Rina melirik ke Rini dan lirikan Rina dilihat oleh papanya. Papa Rina pun memahaminya. Lalu…..

“Rin, ngapain kamu memfitnah kakakmu? Apa yang menguntungkan dari fitnah kamu?” Tanya papa baik-baik.

Rini baru berani mendongakkan kepalanya dan menjawab pertanyaan papanya.

“Pa, sebelumnya ma’afin Rini, ya? Kak, ma’afin Rini, ya? Hiks…hiks…!!! Rini iri sama kakak. Kakak pintar dan selalu disayang Papa. Sedang Rini nggak. Rini ingin perhatian papa saja.” Kata Rini sambil sesenggukan.

“Rin, Papa bukannya nggak sayang kamu. Kamunya aja nggak pernah tunjukin ke Papa apa kehebatan kamu. Jadi, Papa nggak bisa memuji kamu sedikitpun.” Kata papa merasa bersalah.

“Mulai sekarang, kita baikkan ya, Pa.., Rin..?” Kata Rina menengahi.

“Iya, Rina! Papa juga capek marahin kamu. Nanti, darah tinggi Papa kambuh lagi deh. Kalian nggak mau ‘kan liat Papa sakit? Kata papanya sambil bergurau.

“Ya nggak lah, Pa!” Kata Rini tersenyum malu.

Akhirnya, mereka terlarut dalam suasana kebahagiaan yang baru mereka rasakan. Sang mama, menyaksikan mereka dari kejauhan.

* TAMAT *