Get Gifs at CodemySpace.com

Minggu, 05 Juni 2011

Akhir Perjalanan Dhyta Yang Malang

“Halo, Assalamu’alaikum!”

“Ya, halo! Walaikum salam!”

“Bisa bicara dengan ibundanya Dhyta? Saya guru dari sekolahnya Dhyta!”

“Ya, saya sendiri. Ada apa ya, Bu?”

“Itu, Bu! Dhytanya pingsan di sekolah. Mohon ibu segera ke sekolah.”

“Astaghfirullah hal’adzim, baik Bu! Saya akan segera kesana. Terima kasih informasinya. Wassalamu’alaikum, Bu!”

“Sama-sama, Walaikum salam, Bu!”

Bu Indah tergesa-gesa mengetahui bahwa putrinya pingsan di sekolah. Dan baru disadari, kalau tadi pagi Dhyta sedang datang bulan. Bu Indah segera menuju kotak obat dan mengambil obat yang biasa diminum Dhyta kalau sedang nyeri haid seperti saat ini. Dan langsung saja Bu Indah meluncur ke sekolah Dhyta.

Sementara itu, di sekolah Dhyta………….

Bu Iffah dan Tiara yang menangani Dhyta panik, sebab sakit Dhyta semakin menjadi. Untungnya saja Bu Indah, ibundanya Dhyta sudah tiba di sekolah. Bu Indah membawa obat dan teh manis hangat untuk Dhyta. Bu Indah segera mendudukkan Dhyta dan meminumkan obatnya tadi. Dan karena obat yang dikonsumsi Dhyta itu dosis tinggi, sakit yang dirasakan Dhyta berangsur-angsur reda, dan Dhyta pun diizinkan untuk kembali ke kelasnya. Lalu Bu Iffah mengajak bicara ibunda Dhyta.

“Maaf, Bu! Bisa bicara sebentar?”

“Ehm, iya! Bisa, Bu! Ada apa lagi ya?”

“Begini, Bu! Saya mau Tanya, kira-kira Dhyta ini sakit apa ya, kalau saya boleh tahu?”

“Saya sendiri belum tahu, Bu! Soalnya, dari cerita teman suami saya yang anaknya juga seperti Dhyta itu, cuma diminumkan obat ini, Bu! Dan hasilnya langsung bisa sembuh.”

“Boleh saya lihat sebentar?” pinta Bu Iffah.

“Ehm, iya boleh, silakan!” jawab Bu Indah sambil menyodorkan obat milik Dhyta.

Sambil dicermati, Bu Iffah mengatakan kalau obat tersebut dosisnya tinggi dan menyebabkan kecanduan seperti yang dialami Dhyta saat ini. Bila tidak mengkonsumsi obat tersebut Dhyta akan mengerang kesakitan. Bu Iffah menyarankan Bu Indah untuk segera membawa Dhyta ke dokter spesialis kandungan. Dan kebetulan, Bu Iffah ini punya kenalan seorang dokter spesialis kandungan. Kemudian Bu Iffah member alamat tempat praktiknya dokter tersebut.

“Dokter Johan? Sepertinya saya pernah tahu. Kalau tidak salah, beliau dulu yang menolong proses persalinan saya!”

“Iya, Bu! Beliau ‘kan memang dokter kandungan!” kata Bu Iffah meyakinkan ibunda Dhyta.

“Ya, sudah Bu! Saya pamit undur diri. Terima kasih informasinya. Assalamu’alaikum!” ucap Bu Indah izin pulang.

“Iya, Bu! Sama-sama. Walaikum salam!”

►♥◄

Ketika di rumah, Bu Indah segera menelepon suaminya, dan memberitahu bahwa Dhyta harus segera diperiksakan kandungannya. Bukan karena hamil, tetapi mengingat keadaan Dhyta yang selalu kesakitan ketika sedang datang bulan. Suaminya, Pak Bayu menyetujuinya dan berencana besok segera membawanya ke dokter spesialis kandungan yang sudah disarankan Bu Iffah tadi. Kemudian Bu Indah segera mengirim pesan ke Dhyta, memberitahunya kalau besok harus siap-siap ke tempat praktik dokter Johan untuk memeriksa kandungannya. Dhyta kaget seketika, yang ada dipikiranya malah ibundanya mengira kalau dirinya hamil. Dan segera menolak saran ibunya.

Bun, Dhyta ‘kan gak hamil

Masak, periksa kandungan sih!

Bunda Dhyta tertawa membaca balasan Dhyta dan segera menjelaskan maksudnya.

Iya Dhyta Bunda tau kamu gak hamil

Maksud bunda, periksa keadaan rahimmu.

Ada apa, kok kamu kalau haid mesti sakit, gitu!!

Dhyta baru mengerti apa mau ibundanya. Dan keesokan harinya, Dhyta dan ibunda bersiap-siap berangkat ke tempat Dokter Johan. Sementara, Ayah Dhyta, Pak Bayu berangkat kerja dan kedua adik Dhyta si kembar Vernita dan Vinita berangkat sekolah. Untuk hari ini, Dhyta izin tidak masuk sekolah.

Setibanya di tempat praktik Dokter Johan, Ibunda Dhyta dan Dhyta segera memasuki tempat praktik tersebut. Banyak ibu-ibu hamil mengantri. Mereka berdua mengantri, menunggu giliran diperiksa.

Ketika telah mencapai gilirannya, Dhyta merasa ketakutan, ada perasaan gelisah dalam hatinya. Ketika Dokter Johan menanyakan keluhan Dhyta, Dhyta bingung untuk menjawabnya. Namun, daripada mengulur waktu, Dhyta tiba-tiba nyerocos saja seadanya.

“Begini ya, Dok! Saya ini, kalau lagi datang bulan itu mesti terserang nyeri haid, kalau lagi sakit banget dan saya tidak bisa menahan sakit itu, saya bisa sampai pingsan, Dok! Kira-kira saya itu dihinggapi sakit apa sih, Dok?”

Bu Indah melongo mendengar penjelasan Dhyta yang panjang lebar dan dalam tempo yang sangat cepat, sedangkan Dokter Johan tertawa kecil melihat Bu Indah melongo.

”Gini ya, mbak Dhyta, saya belum bisa memastikan penyakit yang diidap oleh mbak Dhyta ini. Sedangkan, secara umum, nyeri haid itu sudah sangat wajar. Mari, di USG dulu, mbak!”

Sesaat kemudian, Dhyta berbaring di tempat yang telah disediakan untuk USG. Seorang perawat Dokter Johan mengoleskan sesuatu di sekitar perut Dhyta, sementara Dokter Johan menyiapkan alat USG.nya. Kemudian, baru menjelajahi sekitar perut Dhyta. Muka Dokter Johan menampakkan ada yang janggal, alias muka merengut. Bu Indah tampak khawatir dan gelisah menunggu ucapan pertama dari mulut dokter Johan.

“Ehm, ada apa, Dok? Rahim anak saya baik-baik saja ‘kan, Dok?” tanya Bu Indah tiba-tiba.

“Sepertinya……, terdapat bakal kanker, Bu! Iya kanker rahim….!” kata Dokter Johan sedikit takut karena kekhawatiiran Bu Indah.

“Apa???” tanya Dhyta dengan teriakan yang sangat keras, seketika melonjak kaget tak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan dokter Johan.

“Sabar, Dhyta…, kanker ini bisa sembuh total kalau rahim anda diangkat!” jelas Dokter Johan mencoba menenangkan Dhyta.

“Hah!!? Apa ? Diangkat? Nggak mau!! Apa nggak bisa di obati?” teriak Dhyta semakin lama semakin kencang.

“Oh, obat bisa saja… Namun, harganya cukup mahal. Obat ini berupa suntikan vaksin, dan vaksin ini mencegah menyebarnya virus HPV ke otak dan paru-paru, dan bila virus ini sudah menyebar ke otak dan paru-paru pasien, kankernya semakin parah dan memasuki stadium 4B. Ehm….untuk lebih lanjutnya, mari kita bicarakan di kantor saya!” jelas Dokter Johan yang membuat Dhyta semakin takut.

Ketika berada di kantornya, Dokter Johan mempersilakan Bu Indah dan Dhyta duduk. Lalu melanjutkan pembicaraan yang sempat terputus tadi.

“Begini, Bu! Akan saya jelaskan virus HPV itu apa, dan apa hubungannya dengan kista ataupun kanker rahim. Virus HPV itu sendiri singakatan dari Human Papilloma Virus yang menyebabkan tumbuh dan berkembangnya sel-sel kanker yang terdapat pada organ intim seorang wanita. Tanda-tanda terinfeksinya oleh virus ini biasanya bermula seperti keputihan atau leukore, dan bila keadaan ini tidak segera membaik, virus ini akan memunculkan kanker rahim. Begitu juga dengan kista, yang mulanya hampir mirip seperti kanker rahim ini.”

Bu Indah manggut-manggut saja tanda ia paham dengan apa yang dibicarakan oleh Dokter Johan, sementara Dhyta makin ciut saja ia. Membayangkan apa yang terjadi selanjutnya pada dirinya suatu hari nanti.

“Lalu harga vaksinnya berkisar berapa, Dok?” tanya Bu Indah yang ternyata juga khawatir dengan apa yang akan terjadi di lain hari nanti pada Dhyta, anaknya.

“Sekitar 950 ribu hingga satu juta, dan itupun belum biaya lain-lainya, Bu!! Jadi, ibu dan mbak Dhyta ini pilih operasi atau vaksin?”

“ehmm…, ada obat alternative lainnya lagi apa tidak, Dok? Mungkin seperti obat alami gitu??” tanya Bu Indah yang masih berusaha mencari jalan pintas untuk menyembuhkan Dhyta dengan cara yang higienis, praktis, efisien, dan lain-lain, pokoknya serba hemat. Hehehee..

“Ada sih, Bu! Namun efek penyembuhannya tidak langsung. Maksudnya, kanker yang terdapat di dalam rahim Dhyta ini masih berupa kista, namun sudah berukuran besar. Sekitar 10cm, Bu! Ibu bisa coba suplemen makanan yang banyak mengandung sayurannya, terus jinten hitam dan satu lagi benalu yang tumbuh di pohon teh..”

“Oh, ya! Saya lupa menanyakan keluhan lainnya pada mbak Dhyta. Tolong, mbak! Bisa sebutkan keluhan lain yang mbak rasakan selain nyeri haid??” tambah Dokter Johan tiba-tiba.

“ehm….apa ya? Oh, ya!! Itu, Dok! Punggung saya ini sering sakit, dan banyak yang mengira saya kena kanker tulang belakang, Dok! Trus, kadang-kadang nyeri pinggul gitu, Dok!”

“Wah, bentar mbak Dhyta! Saya mau tanya lagi, tungkainya sering sakit, nggak??”

“Tidak tuh, Dok! Kenapa, ya?”

“Anda sudah terkena kanker rahim stadium 1A, mbak Dhyta.. Sekarang anda pilih operasi atau vaksin??”

“Bun, obat alternative saja ya, Bun?? Dhyta takut kalau operasi ataupun vaksin, Bun! Lagian nanti kalau pilih operasi atau vaksin ‘kan mahal, Bun!!” rayu Dhyta yang ketakutan pada Bundanya.

“Baiklah, Dok! Anak saya pilih yang pengobatan alternative saja.” Kata Bu Indah kepada Dokter Johan.

“Ya sudah kalau begitu, Bu! Dan jangan lupa kontrol 1 bulan lagi. Untuk memastikan perkembangan kanker Dhyta.”

“Baik, Dok! Terima kasih!”

“Sama-sama, Bu!!”

►♥◄

14 hari kemudian…..

Obat yang telah dikonsumsi Dhyta untuk penyembuhan kankernya tak bereaksi sama sekali. Malah tanpa sepengetahuan Dhyta, kedua orang tuanya, dan Dokter Johan, obat tersebut menjadi racun dalam tubuh Dhyta.

Hari berganti hari, Dhyta tampak semakin kurus, nafsu makannya turun. Ia semakin lemah tak berdaya. Dan di suatu pagi hari, Dhyta bukan dalam masa haid, karena minggu lalu baru saja ia selesai haid. Namun, pagi hari ini ia mengalami pendarahan hebat. Tak ada yang mengetahui kejadian ini. Bahkan Dhyta sendiri pun tak menyadarinya.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 05.45, tak biasanya jam segini Dhyta belum bangun tidur, pikir bundanya. Lalu, Bu Indah menuju kamar Dhyta untuk membangunkannya. Ketika sampai di kamar Dhyta, Bu Indah shock melihat darah segar mengalir melalui vagina Dhyta dan membasahi tempat tidur Dhyta yang telah berubah warna menjadi merah menyala. Bau amis darah segera menjalar ke segala sudut kamar tidur Dhyta. Dhyta tampak pucat dan Bu Indah mengira bahwa Dhyta telah meninggal, padahal Dhyta masih pingsan tak sadarkan diri.

“Ayaaah…..Dhyta, yaaahhh….!!!!” teriak Bu Indah memanggil Pak Bayyu, suaminya.

“Ada apa, Bun?? Astagfirullah…. Ayo kita bawa ke rumah sakit saja, Bu!!” ucap Pak Bayu tergesa-gesa dan kebingungan.

Ketika sampai di rumah sakit, Dhyta segera dibawa ke ruang UGD. Para suster segera membersihkan darah yang masih saja mengalir deras dari vagina Dhyta. Dan salah satu suster segera memanggilkan dokter spesialis kandungan yang ternyata Dokter Johan. Dokter Johan kaget ketika melihat muka Dhyta yang pucat pasi, dan ia segera memeriksa denyut nadinya. Namun, ia kembali tersentak kaget ketika menyentuh tangan Dhyta yang sangat dingin diikuti kaki Dhyta yang memucat. Lalu ia segera memeriksa detak jantungnya, dan dengan muka sedih dan pasrah Dokter Johan berkata, “Innalillahi wa innailaihi roji’un…..” Kemudian seluruh badan Dhyta segera ditutupi kain serba putih. Sebelum dibawa ke kamar jenazah, Dokter Johan memberitahu apa yang terjadi dengan Dhyta pada kedua orang tuanya.

“Pak, Bu!! Kami telah berusaha menolongnya…… Namun, Allah menghendaki yang lain. Dhyta telah berpulang ke Rahmatullah. Dan saya sendiri belum memeriksa keseluruhan penyebab sepeninggalnya Dhyta, saya minta izin untuk mengotopsinya, Pak, Bu!?” kata Dokter Johan yang menampakkan duka citanya...

Bu Indah kaget dan menangisi kepergian putrinya. Bu Indah menjadi lemas tak berdaya.

“Silakan, Dok! Biar saya dan istri saya mengerti apa yang terjadi pada putri kami..” jawab Pak Bayu pasrah.

Satu, dua jam berlalu..

Dokter Johan dan perawat lainnya selesai mengotopsi Dhyta dan telah memperoleh data penyebab kematian Dhyta. Ternyata, yang dialami Dhyta beberapa jam yang lalu ialah pecahnya kantung kista yang telah membesar dalam rahim Dhyta yang menyebabkan Dhyta mengalami pendarahan yang begitu luar biasa hebatnya. Dokter Johan salah dalam memprediksi kista atau kanker rahimkah yang bersemayam di rahim Dhyta selama ini dikiranya sebagai kanker rahim. Dan penyebab kedua ialah Dhyta mengalami kekurangan darah, akibatnya ia menjadi pucat dan menyebabkan kehilangan oksigen yang diangkut bersama darahnya dalam otak dan paru-paru Dhyta.

Dhyta segera diantar ke rumah duka. Di rumah Dhyta, tampak adik-adiknya yang menangis mengharu biru mengelu-elukan kakaknya, Dhyta. Di sisi lain rumah Dhyta, tampak pula teman-temannya yang sepertinya tak percaya akan meninggalnya Dhyta. Dan seseorang yang spesial bagi Dhyta, Adhi, kekasih Dhyta begitu sedih dengan kejadian saat ini. Semuanya yang berada di sekitar rumah duka menangis seperti tak rela dengan kepergian Dhyta. Rupa-rupanya Dhyta ini sosok yang spesial bagi tiap orang yang mengenalnya. Namun tiada yang dapat menduga kapan dan dimana perjalanan hidup manusia akan berakhir. Dan di titik inilah perjalanan Dhyta telah berakhir.

►●◄

The End

►●◄